11 Januari 2022

MERACIK PIKIR DAN RASA (SERI 2): ALLAH AR-RAHIIM, MAHA PENYAYANG

JIKA aplikasi sifat Ar Rahman saya temukan di Ayah, maka Ar Rahiim di Ibu.

Mamah, begitu kami memanggilnya. Perempuan sunda berdarah ningrat Sumedang. Cantik, putih. Dan itu mirip adik saya, bukan saya:)

Allah menganugerahi rahim di tubuh Ibu, bukan di Ayah. Di sanalah tersemai benih manusia, ketat dalam penjagaan dan pantauan Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 6)

 Kata Ar-Rahiim dan Arhaam yang merupakan bentuk majemuk dari rahmun memiliki akar kata yang sama, yaitu /r/, /h/, dan /m/, yang artinya menaruh kasih, mencintai, serta menyayangi dengan sangat dalam.

Allah Ar Rahiim telah menetapkan benih-saya di rahim seorang perempuan bernama Saribanon. Dalam bahasa Sunda, nama itu berarti pusat perhatian atau benteng yang kuat. Keduanya maujud di diri Mamah.

Jangan bayangkan kasih sayang yang dia curahkan berupa ucapan lembut, belaian sayang, bukan. Beliau mendidik anak-anaknya dengan tegas, bahkan tak jarang dengan pukulan di kaki. Beliau mendoktrinasi kami dengan nilai-nilai kesopanan kepada sesama manusia, kegigihan mencari nafkah, dan masih banyak lagi. Tangannya sekuat baja melindungi kami saat Ayah bekerja berminggu-minggu di luar kota. Dengan tangan itu pula beliau menjahit hingga larut, mengejar deadline order jahitan, dengan mesin jahit Butterfly. Derit roda mesinnya masih tersimpan di memori kepala saya. Beliau yang keukeuh anak-anaknya harus lulus sarjana, hingga semua tanah yang dibeli, dijual kembali.

Jangan bayangkan beliau lulusan sarjana, sekolah pun hanya sampai SMP. Jangan bayangkan beliau membaca banyak buku agama, sains, atau psikologi. Membaca Quran saja masih terbata-bata.

O iya, tentang sains, justru ide praktikum penguapan melalui kompor dan alat-alat dapur mainan, mengantarkan saya menjadi Siswa Teladan Tingkat Provinsi kala SD.

Beliau minim ilmu agama, namun saat saya bertanya dengan bekal apa Engkau mendidik kami wahai Ibu? Jawabnya adalah, doa.

Maka mengalirlah doa-doanya dalam perjalanan hidup kami hingga sekarang, seraya kami menengadah kepada Ar Rahiim dan berucap lirih, "Sayangi dia, Mamah kami dengan cara-Mu. Sebaik-baik cara, aamiin." (*/gelagat.id)

Share:

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar