14 Desember 2021

TIGA MEGAPROYEK YANG MENGUBAH SUMEDANG

 

SEJAK zaman Nederland  Indische atau zaman kolonial Hindia Belanda hingga kini, menurut saya ada tiga proyek raksasa di Kabupaten Sumedang  yang dampaknya telah mengubah banyak sendi-sendi kehidupan masyarakat di kabupaten bekas Kerajaan Sumedanglarang itu.  Tetapi, di sisi lain juga melahirkan polemik dan persoalan-persoalan yang hingga kini seolah-olah belum selesai diperbincangkan.

Yang pertama adalah megaproyek Jalan Daendels. Kita tahu, jalan pos anyer-panarukan adalah proyek raksasa di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman William Daendels.

Kawasan Patung Cadas Pangeran

Fase yang paling populer dari proyek itu adalah fase jalur Bandung-Sumedang-Cirebon, yang melahirkan banyak cerita, baik yang berupa fakta maupun mitos.  Sudah banyak tayangan video di youtube maupun buku dan kajian ilmiah dari para akademisi/sejarawan yang membahas tentang itu.

Yang pasti,  setelah jalur cadas pangeran itu terbuka, maka sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Sumedang pun berubah. 

Tetapi di sisi lain kita tahu dalam sejarah, banyak sekali polemik terungkap. Mulai dari tentang siapa yang bersalaman dengan Pangeran Kornel (Bupati Sumedang saat itu), yang dalam satu versi sejarah bermuara pada persaingan politik antara elit-elit di kerajaan belanda,  hingga seperti apa dan bagaimana rakyat jelata harus menanggung penderitaan dalam proyek tersebut. Selalu saja saja ramai dibahas.

Yang kedua, proyek raksasa Bendungan Jatigede. Proyek ini digagas sejak zaman Presiden Soekarno. Mulai dirintis pembangunannya di zaman Presiden Soeharto. Sempat mangkrak dan kembali dilanjutkan pada masa Presiden SBY. Lalu berhasil diwujudkan di era Presiden Republik Indonesia yang ketujuh yaitu Presiden Joko Widodo.

Kawasan Lingkar Utara Bendungan Jatigede

Meski belum sepenuhnya selesai, bendungan itu diresmikan pada bulan Agustus 2015.  Artinya, butuh waktu sekitar 50 tahun lebih sejak digagas hingga bendungan seluas ribuah hektar itu terwujud.

Sudah banyak pula tayangan-tayangan video tentang Bendungan Jatigede ini, terutama tentang kisah-kisah penderitaan rakyat Kabupaten Sumedang yang harus kehilangan lembur atau tanah kelahirannya, termasuk situs-situs sejarah penting yang harus tenggalam menjadi dasar bendungan.

Keuntungan dari fungsi bendungan itu sendiri, suka atau tidak  lebih banyak dirasakan oleh masyarkat di daerah lain. Satu-satunya keuntungan yang mungkin masih bisa dipetik secara umum adalah aset pariwisata. 

Kabupaten Sumedang pun berubah, dari landscape pertanian menjadi landscape pariwisata. Bahkan iklim pun berubah. Sumedang yang asalnya sejuk, mulai memanas.  Dengan begitu,  otomatis, sosial, ekonomi, budaya, dan perilaku masyarakat Sumedang pun,pelan tapi pasti berubah. Apakah akan lebih makmur atau sebaliknya, wallahualam bishawwab. Waktu yang akan  membuktikan.

Yang ketiga, Proyek jalan Tol Cisumdawu.

Sepengetahuan saya, wacana proyek tol ini mulai mengemuka pada jaman Bupati H. Misbach (menjabat pada periode 1998-2003).  Dalam sebuah acara di akhir masa jabatannya, sekitar awal tahun 2003, Bupati Misbach sempat mengemukakan wacana pembangunan tol Cileunyi-Cimalaka atau tol Ci-Ci.

Proyek Tol Cisumdawu yang belum selesai

Baru kemudian terjadi perubahan pada Detail Engineriiing Design (DED), sehingga rencana ruas jalan yang akan dibangun pun jadi lebih panjang.  Menyambungkan ruas jalur tol Cilenyi-Sumedang, hingga Dawuan Kabupaten Majalengka, atau yang kita kenal saat ini sebagai Tol Cisumdawu.

Para ahli dan akademisi tentu sudah memprediksi bagaimana dan seperti apa perubahaan sosial, budaya, dan ekonomi di Kabupaten Sumedang setelah jalan tol itu terwujud dan mulai difungsikan. Namun jauh sebelumnya, sejak zaman kolonial, konon para tetua di sumedang yang dikenal visioner, pernah berujar:

"kahareup bakal aya jalan ngebat panjang meulah sumedang" (di masa depan, akan ada sebuah jalan lurus dan panjang yang akan membelah kawasan kota sumedang).

Jika kita runut waktunya, sejak perencanaan dimulai hingga saat ini (14/1/21), proyek tol itu belum juga terwujud.  Pemerintah menargetkan bulan Desember 2021 atau Januari 2022, tol cisumdawu bisa difungsikan. Jika tidak molor lagi, artinya, butuh waktu lebih kurang 18 tahun sejak perencanaan.  Waktu yang memang begitu lama bagi sebuah pembangunan tol, dibanding tol-tol lain di Pulau Jawa ini.

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan
saat meninjau Proyek Cisumdawu di Sumedang
September 2021 lalu

Wajar jika kemudian, saat meninjau proyek itu akhir september 2021 lalu, Menko Kemaritiman dan Investasi pak Luhut B Pandjaitan setengah bercanda, di hadapan wartawan, berujar, proyek tol cisumdawu itu proyek mangkrak. hehehe...

Nah, dari ketiga megaproyek tadi, saya melihat hal yang sama; selalu saja banyak masalah dan polemik yang menyertainya. Memang dalam setiap proyek di manapun, masalah itu pasti ada. Tapi di Sumedang, masalah itu seolah-olah lebih besar, dan dirasakan lain.

Entah kenapa. wallahualam bisshowwab... Dalam tulisan ini, saya tak bermaksud mendramatisirnya. Seperti apa dan bagaimana, silahkan saja teman-teman, khususnya Urang Sumedang merenungkannya. (*/krn)

 

 

 

 

 

 

Share:

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar